Interaksi : Motherhood Movie

Rabu, 18 Mei 2011

Film ini mengisahkan kehidupan seorang wanita bernama Eliza yang mengalami kerumitan menjadi seorang ibu rumah tangga. Ia memiliki seorang suami bernama Avery, seorang suami yang suka mengoleksi buku-buku bekas dan tua serta suka menyimpan semua buku dan berbagai macam barang di dalam mobilnya, dan 2 orang anak yaitu seorang anak perempuan yang berusia menjelang 6 tahun bernama clara dan seorang anak laki-laki berusia sekitar 2 tahun yang bernama Lucas.

Sebagai seorang ibu, ia selalu mengerjakan semua pekerjaan rumah tangganya sendiri. Mulai dari mengurus keperluan suami, keperluan anak, mengantar dan menjemput Clara ke sekolah, membersihkan rumah, memindahkan mobil saat petugas kebersihan datang, mengurus Lucas, mengajak anjingnya jalan-jalan, dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Pasangan suami istri ini tinggal disebuah apartemen tanpa lift, sehingga hal ini juga menyulitkan pekerjaan rumah tangga Eliza.

Selama ini ia selalu bertahan dalam keadaannya ini. Bahkan apabila orang lain berusaha mengingatkannya, ia selalu mengacuhkan. Namun, ketika seorang pemuda yang bekerja sebagai kurir datang ke rumahnya, memberikan sebuah amplop yang ditujukan untuk suaminya, membantunya membawa barang belanjaan untuk persiapan pesta ulang tahun Clara sampai ke dalam rumahnya, dan mengajak Eliza melakukan suatu “pelampiasan ketegangan emosi” dengan menari, Eliza mulai menyadari betapa rumitnya hidupnya selama ini. Ia mulai merasakan betapa sulitnya hidupnya selama ini. Ia juga mulai menyadari bahwa suaminya tidak pernah lagi mengungkapkan kata-kata romantis, ia juga merasa bahwa apabila ia pergi anak-anaknya tidak akan mencarinya. Akhirnya ia mulai memutuskan untuk pergi.

Saat ia sedang dalam perjalanan “pelariannya”, ia mendapat telepon dari Avery yang menanyakan keberadaannya. Ia mengungkapkan segala kemarahan dan apa yang ada dipikirannya saat itu juga pada Avery. Namun karena suatu hal ia kembali pulang. Kemudian pasangan suami istri itu mulai membicarakan secara serius tentang peristiwa tersebut. Avery memberikan sebuah cek dengan nominal cukup besar kepada Eliza. Cek itu merupakan hasil penjualan salah satu buku berharganya. Akhirnya mereka mampu memperbaiki hubungan mereka.

Dalam sebuah hubungan, terdapat 4 pola komunikasi, yaitu The Equality Pattern (kesetaraan dalam berkomunikasi), The Balance Split Pattern (kesejajaran dan otoritas masing-masing), The Unbalance Split Pattern (salah satu pihak sebagai pemimpin), dan The Monopoly Pattern (salah satu pihak memonopoli segalannya).
Dalam hubungan pasangan suami istri ini menggunakan pola komunikasi The Equality Pattern, dimana Eliza dan Avery memiliki kesetaraan dalam komunikasi, mereka saling terbuka dan jujur dalam mengungkapkan pendapat dan idenya, dan mereka membuat sebuah keputusan secara bersama. Namun disini terdapat satu masalah, mereka memang saling terbuka dan jujur, tetapi Avery selalu tidak mengindahkan pendapat dari Eliza dan selalu acuh tak acuh.

Hubungan Eliza dan Avery sebenarnya telah masuk pada tahap intimacy ditandai dengan adanya komitmen antara mereka berdua dan masyarakat umum. Namun, dalam kasus ini, mereka masuk pada tahap Deterioration, yaitu terdapat suatu konflik dimana Eliza merasa tidak puas dengan ketidak romantisan dan sikap acuh tak acuh dari Avery, serta kerumitan dalam pekerjaan rumah tangga yang ia lakukan. Sehingga Eliza memutuskan untuk meninggalkan rumah dan meminta cerai dari Avery. Namun akhirnya mereka memasuki tahap Repair yaitu memperbaiki dan menyelesaikan konflik yang sedang terjadi. Repair ini, mereka lakukan secara Intrapersonal (menganalisa dan merefleksikan diri masing-masing) dan Interpersonal (saling mendiskusikan apa yang telah dianalisa oleh masing-masing pihak), sehingga mereka mampu memperbaiki kondisi hubungan mereka.

Boys Versus Girls

Sabtu, 09 April 2011

Gender adalah hal dan factor terpenting dalam pengasuhan dan perkembangan anak. Gender yang dimiliki oleh orang tua serta perbedaan perlakuan orang tua terhadap anak perempuan dan anak laki-laki akan berpengaruh pada perbedaan karakteristik mereka. Selain gender, latar belakang kultural, etnis, status sosial ekonomi, pekerjaan orang tua, struktur dalam keluarga, dan status pernikahan orang tua turut berperan pada perkembangan gender anak.

Ketika anak memasuki tahap awal perkembangan emosi, yaitu pada masa bayi, interaksi dan perhatian dari orang tua, terutama ibu, harus selalu dilakukan, karena hal ini sangat mempengaruhi ekspresi emosional, pengaturan emosi dan kepercayaan dalam hubungan social pada anak nantinya. Dalam hal ini, sejak masa bayi, anak laki-laki memiliki tempramen emosi yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan, sehingga orang tua memiliki cara yang berbeda untuk menanganinya. Dan perbedaan perlakuan dari orang tua ini akan terus berlanjut sampai anak laki-laki dan anak perempuan memiliki kemampuan dan cara sendiri untuk mempengaruhi lingkungannya.

Sebuah penelitian menyatakan bahwa ibu cenderung memiliki intensitas yang lebih banyak dalam berkomunikasi dengan anak-anaknya, sedangkan ayah lcenderung lebih banyak berkomunikasi dengan anak perempuannya daripada anak laki-laki. Sehingga dapat dikatakan bahwa orang tua lebih sering berkomunikasi dengan anak perempuan daripada anak laki-laki. Selain itu, anak laki-laki lebih sering mendapatkan komentar dan respon yang negative dari orang tua katika mereka berinisiatif untuk berkomunikasi. Hal ini menyebabkan anak laki-laki memiliki inisiatif yang kurang untuk berkomunikasi dibandingkan dengan anak perempuan.

Dalam hal pengekspresian emosi, anak perempuan cenderung lebih mudah dalam mengekspresikan emosinya dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini juga disebabkan karena interaksi orang tua lebih banyak dilakukan dengan anak perempuan mereka. Kedekatan yang terjadi antara anak perempuan dengan orang tua akan berpengaruh positif pada perkembangan self-esteem anak perempuan. Namun tidak demikian dengan anak laki-laki, karena self-esteem anak laki-laki cenderung dibentuk diluar rumah dan dipengaruhi oleh penerimaannya dalam lingkungan sosial, serta anak laki-laki didorong untuk pencapaian dalam olahraga dan karir yang bias mereka dapatkan diluar rumah.

Gaya pengasuhan yang berbeda terhadap anak perempuan dan anak laki-laki juga akan mempengaruhi perkembangan self-esteem mereka. Kedekatan emosional seperti persetujuan, penerimaan dan dukungan dari orang tua akan memperkuat self-esteem anak perempuan. Sedangkan yang akan memperkuat sef-esteem anak laki-laki adalah kemandirian, seperti tinggi rendahnya pemberian control dan otonomy yang diberikan oleh orang tua.

Konsep budaya, norma, dan moral, konsep-konsep tentang gender serta bagaimana tugas-tugas perkembangan anak natinya hendaknya dijelaskan dan dilatih dengan praktek-praktek yang mendukung sejak anak masih kecil. Permainan-permainan yang diberikan oleh orang tua juga termasuk sarana pembelajaran gender. Biasanya ibu cenderung memberikan permainan-permainan yang bersifat mendidik pada anak, sedangkan ayah cenderung memberikan permainan yang bersifat fisik. Selain itu untuk meningkatkan pemahaman gender, orang tua cenderung memberikan anak laki-laki peralatan olahraga, peralatan, dan kendaraan, sedangkan untuk anak perempuan diberikan alat bermain boneka dan miniatur makanan serta miniatur peralatan rumah tangga.

Pengawasan orang tua sangat diperlukan terhadap pergaulan anak agar anak tidak terlalu terpengaruh oleh peer. Pengawasan orang tua, terutama keikutsertaan fihur ayah, ini sangat mempengaruhi tingkat agresi dan kenakalan anak terutama anak laki-laki. Pengetahuan orang tua yang kurang akan membuat pengawasan perilaku anak menjadi sulit, contohnya orang tua tunggal, karir ganda, dll.